Larangan korupsi dan kolusi
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
ADJIE SEPTIYA HADYANTO
Fakultas syariah jurusan muamalah
T.A : 2014 -2015
Kata
pengantar
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kita masih
diberi kesempatan untuk beribadah dan berkarya.Sholawat berangkaikan salam, tak
lupa pula kita haturkan atas Nabi besar junjungan kita Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarga beliau.
Dengan dikajinya masalah ini, penulis berharap agar
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang
hadis tentang korupsi,kolusi.
Jika terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun
pemahaman dalam makalah ini, sebelumnya penulis mohon maaf. Namun, ambillah kebenaran
jika terdapat dalam makalah dan hanya kepada-Nyalah Pemakalah memohon ampunan.
Medan, Maret 2015
pemakalah
Daftar
isi
BAB
I Pendahuluan.................................................................................................................1
BAB
I Pembahasan..................................................................................................................2
1.
Pengertian korupsi dan
kolusi....................................................................................2
2.
Larangan suap menyuap.............................................................................................2
3.
Larangan pejabat menerima
hadiah..........................................................................5
BAB
III Penutup.......................................................................................................................8
1.
Kesimpulan...................................................................................................................8
2.
Saran.............................................................................................................................8
PENDAHULUAN
Berbicara tentang Korupsi dan Kolusi
di negeri kita saat ini sangat tidak asing lagi dan bahkan
sering disorot oleh media masa, seakan korupsi dan kolusi menjadi makanan yang
empuk bagi para pejabat baik tingkat daerah maupun nasional. kendati sudah ada
institusi negara yang sangat besar yang khusus mengatasi korupsi, namun masih
banyak mereka masih tetap tenang untuk makan uang haram ini. Adapun
menurut hukum Islam sudah jelas itu hukumnya haram dan banyak hadis-hadis Nabi
yang menerangkan tentang hal itu.
Berbicara tentang korupsi dan kolusi di negeri kita
tercinta ini sangat tidak asing dan bahkan sering disorot
oleh media masa, seakan korupsi dan kolusi menjadi makanan yang empuk
bagi para pejabat baik tingkat daerah maupun nasional. kendati sudah ada
institusi negara yang sangat besar yang khusus mengatasi korupsi, namun masih
banyak mereka masih tetap tenang untuk makan uang haram ini. Adapun menurut
hukum Islam sudah jelas itu hukumnya haram dan banyak hadis-hadis Nabi yang
menerangkan tentang hal itu.
Terdapat banyak ungkapan yang dapat di pakai untuk menggambarkan
pengertian korupsi, meskipun tidak seutuhnya benar. Akan tetapi tidak terlalu
menjauh dari hakikat dan pengertian korupsi itu sendiri. Ada sebagian yang
menggunakan istilah “ikhtilas” untuk menyebutkan prilaku koruptor, meskipun
dalam kamus di temukan arti aslinya yaitu mencopet atau merampas harta orang
lain. Sementara itu terdapat pengungkapan “Ghulul” dan mengistilahkan “Akhdul
Amwal Bil Bathil”, sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an
dalam surat al-baqarah : 188
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا
فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Korupsi dan Kolusi
Korupsi ialah merupakan salah satu
bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak mental dan akhlak suatu
bangsa yang bisa dikenakan tindak pidana sebagai hukumannya.
Sedangkan kolusi ialah
persekongkolan antara dua pihak untuk suatu perbuatan melanggar hukum dan
merugikan orang lain. Umpamanya seorang pejabat yang berwenang memutuskan
pemenang sebuah tender bersepakat dengan salah seorang pengaju tender agar
tendernya yang dimenangkan, maka kesepakatan itu disebut “kolusi”. Begitu juga
hakim di pengadilan yang berkolusi dengan pihak-pihak yang berperkara, agar
perkaranya dimenangkan.
Dalam
Al-qur’an surat al-baqarah ayat 188 Allah SWT. Berfirman:
“Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.(al-baqarah:188)
2.
Larangan Menyuap
(RISYWAH)
حدثنا قتيبة حدثنا ابوا عوانة عن
عمربن ابي سلمة عن ابيه عَنْ اَبِى هُرَيرَةَ ر.ض قَال : لَعَن رسول اللهِ صلى
الله عليه االسلم الرَّاشِىى المُرْتَشِى فِى الحُكْمِ. (رواه ابو داود)
(نيل الاوطار)
“menceritakan
kepada kami quthaibah, menceritakan kepada kami abu ‘uwanah dari umar bin abi
salamah dari bapaknya dari abi hurairah berkata: melaknat Rasulullah akan orang
yang menyuap dan orang yang di suap dalam urusan hukum”. [riwayat:
Abu Daud] [Nailul Authar 8: 276][1]
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: لَعَنَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ اَلْرَّاشِيَ وَالْمُرْ تَشِيَ
وَالرَّائِشَ يَعْنِى اَلَّذِيْ يَمْشِيْ بَيْنَهُمَا
“Dari
tsaubana berkata: rasulullah melaknat orang-orang yang menyuap dan orang-orang
yang disuap, dan juga orang yang menjadi perantara diantara keduanya.”
[HR.
Ahmad] [Nailul Authar 4: 276]
عَنْ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى
عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ. [رواه
أبو داود]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abdullah Ibn Buraidah dari ayahnya dari Nabi saw, beliau bersabda:
Barangsiapa yang telah kami angkat sebagai pegawai dalam suatu jabatan kemudian
kami berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gaji itu adalah korupsi.” [HR.
Abu Daud] [Nailul Author 4: 232].
Kata suap yang dalam bahasa Arab
disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali,
mengambil hati”.Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu dari orang
lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan
permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa perbuatan
atau justru tidak berbuat apa-apa. Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan
harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya. Suapan, yaitu harta atau
uang/barang atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan
atau sesuatu yang didambakan, diharapkan, atau diterima. Banyak yang memberikan
definisi tentang suap ini sehingga menurut istilah dikenal beberapa pengertian
suap, seperti uraian berikut[2]:
1.
Suap adalah sesuatu yang diberikan
kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang
yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa uang ataupun harta benda
yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan,
berkat bantuan orang yang diberi tersebut.
2.
Suap adalah sesuatu yang diberikan
untuk mengeksploitasi barang yang hak menjadi batil dan sebaliknya. Artinya
sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam
urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
3.
Suap adalah sesuatu yang diberikan
oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian
hukum atau memperoleh keinginannya.
4.
suap adalah sesuatu yang di berikan
kepada seseorang agar orang yang diberi itu memberikan hukuman dengan cara yang
batil atau memberi suatu kedudukan atau suapaya berbuat dzalim
Penjelasan Hadis
Menyuap dalam masalah hukum adalah
memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainnya kepada penegak hukum agar
terlepas dari ancaman hukum atau mendapat hukuman ringan.
Perbuatan seperti itu sangat
dilarang dalam islam dan disepakati oleh para ulama sebagai perbuatan haram. Harta
yang diterima dari hasil menyuap tersebut tergolong dalam harta yang diperoleh
dengan jalan batil.
Suap menyuap sangat berbahaya bagi
kehidupan bermasyarakat karena akan merusak berbagai tatanan atas sistem yang
berada di masyarakat dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam
menetapkan ketetapan hukum sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang. Akibatnya,
terjadi kekacauan dan ketidak adilan. Dengan suap, banyak para pelanggar yang
seharusnya diberi hukuman berat justru mendapat hukuman ringan, bahkan lolos
dari jeratan hukum. Sebaliknya banyak pelanggar hukum kecil, yang dilakukan
oleh orang kecil mendapat hukuman yang sangat berat karena tidak memiliki
uang untuk menyuap para hakim.
Bagaimana pun juga, seorang hakim
yang telah mendapatkan uang suap tidak mungkin dapat berbuat adil. Ia akan
membolak-balikkan hukum. Apalagi kalau perundang-undangan yang
digunakannya merupakan hasil buatan manusia, mudah sekali baginya untuk
mengutak atiknya sesuai dengan kehendaknya. Lama kelamaan masyarakat terutama
golongan kecil tidak akan percaya lagi kepada para penegak hukum karena selalu
menjadi pihak yang dirugikan. Dengan demikian, hukum rimba yang berlaku, yaitu
siapa yang kuat dialah yang menang.
Unsur-Unsur
Hadis
a. Penerima
suap, yaitu orang yang menrima sesuatu orang lain baik berupa harta atau uang
maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak
dibenarkan oleh syara’.
b. Pemberi
suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang maupun jasa untuk mencapai
tujuannya[3].
Macam-Macam
Suap
a)
Suap untuk
membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil. Halal itu jelas, haram itu
jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya yang
menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para
pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana
untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
b)
Suap untuk
mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman. Secara
naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha berbuat
baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus ke dalam
kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi jalan hidup
orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya. Akhirnya, untuk
menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksai harus menyuap.
Suap-menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa), menurut Abdullah bin
Abd. Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa ditolerir (dibolehkan).
Namun ia harus bersabar terlebih dahulu sampai Allah membuka jalan baginya[4].
2.
Larangan Bagi Pejabat Untuk Menerima Hadiah
حديث أبي حميد الساعدي أن رسول الله
صل الله عليه و سلم استعمل عاملا فجاءه العامل حين فرغ من عمله فقال: يا رسول
الله، هذا لكم و هذا أهدي لي. فقال له: أفلا قعدت في بيت أبيك و أميك فنظرت أيهدى
لك أ م لا ؟ ثم قام رسول الله صل الله عليه و سلم عشية بعد الصلاة فتشهد و أثنى
على الله بما هو أهله، ثم قال: أم بعد، فمابال العامل نستعمله فيأتينا فيقول: هذا
من عملكم و هذا أهدي لي أفلا قعد في بيت أبيه و أمه فنظر هل يهدى له أ م لا؟
فوالذي نفس محمد بيده لا يغل أحدكم منها شيأ إلا جاء به يوم القيامة يحمله على
عنقه إن كان بعيرا جاء به له رغاء و إن كانت بقرة جاء بها خوار وإن كانت شاة جاء
بها تيعر فقد بلغت فقال أبو حميد: ثم رفع رسةل الله صلى الله عليه وسلم يده حتى
إنا لننظر إلى عفرة إبطيه.
“Abu
Humasaid r.a. berkata, ‘Rasulullah SAW.‘Rasulullah SAW. mengangkat seorang
pegawai unatuk menerima sedekah / zakat’ kemudian setelah selesai ia datang
kepada Nabi SAW. dan berkata “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang
diberikan orang kepadaku”. Maka Nabi SAW. bersabda kepadanya “Mengapakah
anda tidak duduk saja di rumah ayah atau ibu anda untuk melihat apakah diberi
hadiah atau tidak (oleh orang)?”. Kemudian sesudah shalat, Nabi SAW berdiri,
setelah tasyahut memuji Allah selayaknya, lalu bersabda, “Amma ba’du,
mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu
berkata, hasil untuk kamu dan ini aku beri hadiah, mengapa ia tidak duduk
saja di rumah ayah dan ibunya untuk melihat apakah di beri hadiah atau tidak.
Demi Allah! Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tiada orang yang menyembunyikan
sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas
lehernya, jika berupa onta bersuara, antau lembu yang menguak atau kambing yang
mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan. Abu Humaid berkata, ‘kemudian
nabi SAW. Menganngkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih
ketiaknya.[5]
Penjelasan
Hadits
Hadits
diatas menjadi dalil tentang haramnya memberi hadiah dan menerimanya terhadap
seorang pejabat. Hal itu merupakan penghianatan, karena ia berkhianat terhadap
jabatan dan kekuasaannya[6].
Dalam
islam, hadiah dianggap salah satu cara untuk merekatkan persaudaraan dan
persahabatan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
imam malik dalam kitab muwatha dari Al-khurasany:
تصا فحوايذهب الغلّ و اتهادوا تحابوا
وتذهب الشحناء (رواه الإمام ملك)
“saling
bersalamlah kamu semua, niscaya akan menghilangkan kedengkian, saling memberi
hadialah kamu semua, niscaya akan saling mencintai, dan menghilangkan
percekcokan.”(H.R. Imam Malik)
Bagi orang yang diberi hadiah, disunahkan untuk menerimanya meskipun hadiah
tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna. Nabi bersabda:
عن أنس قال: قال رسول الله صلى عليه
و سلم: لو أهدي إلي كراع لقبلت(روه الترمذى)
“ Dari
Anas r.a. bahwa nabi SAW. Bersabda, “kalau saya diberi hadiah keledai, pasti
akan saya terima” (H.R.Turmudzi)
Hal
ini dinyatakan dalam pula dalam hadis lain dari khalid bin adi:
عن خالد بن عدي أن النبي صلى الله
عليه و سلم قال: من جاءه من أخيه معروف من غير إسراف ولا مسألة فليقبله ولا يرده
فإنما هو رزق ساقة الله إليه
“
Dari khalid bin adi bahwa Nabi SAW. Bersabda, “ siapa yang mendapatkan dari
saudaranya suatu kebaikan (hadiah) tanpa belebih-lebihan dan (tanpa
mendatangkan) masalah, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak boleh
menolaknya. Hal merupakan rezeki yang diturunkan allah kepadanya.”
Dari
keterangan di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya memberikan hadiah kepada orang
lain sangat baik dan di anjurkan untuk lebih meningkatkan rasa saling
mencintai. Begitu pula bagi yang diberi hadiah di sunahkan untuk menerimanya.
Akan
tetapi, islam pun memberi rambu-rambu tertentu dalam masalah hadiah, baik yang
berkaitan dengan pemberi hadiah maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua
orang diperbolehkan menerima hadiah, misalnya bagi seorang pejabat dan pemegang
kekuasaan. Hal itu ditunjukan untuk kemashlahatan dalam kehidupan
manusia.
Oleh
karna itu islam melarang seorang pejabat atau petugas negara dalam posisi
apapun untuk menerima atau memeperoleh hadiah dari siapapun karena hal itu
tidaklah layak dan dapat menimbulkan fitnah.
Dengan
demikian, hadiah diberikan kepada pejabat atau yang berwenang , kecil ataupun
besar wewenang nya apabila sebelumnya tidak biasa diterimanya , itu dinilai
sebagai sogokan terselubung. Selain itu, seorang pejabat yang menerima
hadiah berarti dia mendekatkan dirinya pada perbuatan kolusi, nepotisme, di
dalam pelaksanaan kewajiban khususnya, misalnya dalam pengaturan tender,
penempatan pegawai, dan lain-lain, bukan lagi didasarkan peraturan yang ada,
namun di dasarkann pada apa yang diberikan orang kepadanya dan seberapa dekat
hubungan nya dengan orang tersebut[7].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Korupsi
merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak
mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidanan sebagaimana
hukumannnya. Untuk menanggulanginya, harus memahami dan kemudian
merealisasikannya dalam perbuatan.
Kata
suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa
bermakna “memasangtali, ngemong, mengambil hati”
Adapun
macam-macam suap adalah :
1. Suap
untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
2.Suap
untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzalima.
Hadis
Nabi menerangkan bahwa haram hukumnya bahwa memberi hadiah dan menerimanya
terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat
terhadap jabatan atau kekuasaannya.
Dilihat
dari kebutuhan manusia kepada barang tersebut dengan tujuan menaikkan
harga terhadap kaum muslimin.
Penimbun
barang yang berdosa adalah orang yang keluar masuk pasar untuk memborong
kebutuhan pokok kaum muslimin dengan cara monopoli dan menimbunnya.
Menimbun
harta maksudnya membekukannya, menahannya dan menjauhkannya dari peredaran.
Padahal, jika harta itu disertakan dalam usaha-usaha produktif seperti dalam
perencanaan produksi, maka akan tercipta banyak kesempatan kerja yang baru dan
mengurangi pengangguran. Kesempatan-kesempatan baru bagi pekerjaan ini bisa
menambah pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga bisa mendorong
meningkatnya produksi, baik itu dengan membuat rencana-rencana baru maupun
dengan memperluas rencana yang telah ada. Dengan demikian, akan tercipta
situasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dalam masyarakat.
B.
Saran
Kami
selaku pemakalah sangat meminta kritik dan sran dari pembaca, apabila ada
kesalah dalam penulisan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Hadits
sunan Darimi
Hadits
Turmudzi, bab hukum
http://www.
jebidal. Com/web/macam-macam-suap/#ixzz2SWZtlc2d
Rahcmat
syafe’i, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum, (Bandung:
CV, PUSTAKA SETIA, 2003)
Sohari,
dkk ,(Jakarta: Diadit Media, 2006)
Sohari, Hadits
Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006)
No comments:
Post a Comment