Search This Blog

Monday, November 12, 2018

makalah hadis tentang larangan korupsi dan kolusi





Larangan korupsi dan kolusi
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
ADJIE SEPTIYA HADYANTO
Fakultas syariah jurusan muamalah
T.A : 2014 -2015
Kata pengantar

            Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kita masih diberi kesempatan untuk beribadah dan berkarya.Sholawat berangkaikan salam, tak lupa pula kita haturkan atas Nabi besar junjungan kita Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarga beliau.
            Dengan dikajinya masalah ini, penulis berharap agar makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang hadis tentang korupsi,kolusi.
            Jika terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun pemahaman dalam makalah ini, sebelumnya penulis mohon maaf. Namun, ambillah kebenaran jika terdapat dalam makalah dan hanya kepada-Nyalah Pemakalah memohon ampunan.


Medan,      Maret 2015

pemakalah





Daftar isi


BAB I Pendahuluan.................................................................................................................1
BAB I Pembahasan..................................................................................................................2
1.      Pengertian korupsi dan kolusi....................................................................................2
2.      Larangan suap menyuap.............................................................................................2
3.      Larangan pejabat menerima hadiah..........................................................................5
BAB III Penutup.......................................................................................................................8
1.      Kesimpulan...................................................................................................................8
2.      Saran.............................................................................................................................8









BAB I
PENDAHULUAN

            Berbicara tentang Korupsi dan Kolusi di negeri kita saat ini sangat tidak asing lagi dan bahkan sering disorot oleh media masa, seakan korupsi dan kolusi menjadi makanan yang empuk bagi para pejabat baik tingkat daerah maupun nasional. kendati sudah ada institusi negara yang sangat besar yang khusus mengatasi korupsi, namun masih banyak mereka masih tetap tenang untuk makan uang haram ini. Adapun menurut hukum Islam sudah jelas itu hukumnya haram dan banyak hadis-hadis Nabi yang menerangkan tentang hal itu.
Berbicara tentang korupsi dan kolusi di negeri kita tercinta ini sangat tidak asing dan bahkan sering disorot oleh media masa, seakan korupsi dan kolusi menjadi makanan yang empuk bagi para pejabat baik tingkat daerah maupun nasional. kendati sudah ada institusi negara yang sangat besar yang khusus mengatasi korupsi, namun masih banyak mereka masih tetap tenang untuk makan uang haram ini. Adapun menurut hukum Islam sudah jelas itu hukumnya haram dan banyak hadis-hadis Nabi yang menerangkan tentang hal itu.
Terdapat banyak ungkapan yang dapat di pakai untuk menggambarkan pengertian korupsi, meskipun tidak seutuhnya benar. Akan tetapi tidak terlalu menjauh dari hakikat dan pengertian korupsi itu sendiri. Ada sebagian yang menggunakan istilah “ikhtilas” untuk menyebutkan prilaku koruptor, meskipun dalam kamus di temukan arti aslinya yaitu mencopet atau merampas harta orang lain. Sementara itu terdapat pengungkapan “Ghulul” dan mengistilahkan “Akhdul Amwal Bil Bathil”, sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an

dalam surat al-baqarah : 188

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”


BAB II
PEMBAHASAN

1.                  Pengertian Korupsi dan Kolusi
            Korupsi ialah merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak mental dan akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidana sebagai hukumannya.
Sedangkan kolusi ialah persekongkolan antara dua pihak untuk suatu perbuatan melanggar hukum dan merugikan orang lain. Umpamanya seorang pejabat yang berwenang memutuskan pemenang sebuah tender bersepakat dengan salah seorang pengaju tender agar tendernya yang dimenangkan, maka kesepakatan itu disebut “kolusi”. Begitu juga hakim di pengadilan yang berkolusi dengan pihak-pihak yang berperkara, agar perkaranya dimenangkan.
Dalam Al-qur’an  surat al-baqarah ayat 188 Allah SWT. Berfirman:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.(al-baqarah:188)

2.                  Larangan Menyuap (RISYWAH)

حدثنا قتيبة حدثنا ابوا عوانة عن عمربن ابي سلمة عن ابيه عَنْ اَبِى هُرَيرَةَ ر.ض قَال : لَعَن رسول اللهِ صلى الله عليه االسلم الرَّاشِىى المُرْتَشِى فِى الحُكْمِ. (رواه ابو داود) (نيل الاوطار)
“menceritakan kepada kami quthaibah, menceritakan kepada kami abu ‘uwanah dari umar bin abi salamah dari bapaknya dari abi hurairah berkata: melaknat Rasulullah akan orang yang menyuap dan orang yang di suap dalam urusan hukum”. [riwayat: Abu Daud] [Nailul Authar 8: 276][1]

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ اَلْرَّاشِيَ وَالْمُرْ تَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِى اَلَّذِيْ يَمْشِيْ بَيْنَهُمَا 
Dari tsaubana berkata: rasulullah melaknat orang-orang yang menyuap dan orang-orang yang disuap, dan juga orang yang menjadi perantara diantara keduanya.”
[HR. Ahmad] [Nailul Authar 4: 276]
عَنْ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ.  [رواه أبو داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Buraidah dari ayahnya dari Nabi saw, beliau bersabda: Barangsiapa yang telah kami angkat sebagai pegawai dalam suatu jabatan kemudian kami berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gaji itu adalah korupsi.” [HR. Abu Daud] [Nailul Author 4: 232].
           Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, mengambil hati”.Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa. Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya. Suapan, yaitu harta atau uang/barang atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan atau sesuatu yang didambakan, diharapkan, atau diterima. Banyak yang memberikan definisi tentang suap ini sehingga menurut istilah dikenal beberapa pengertian suap, seperti uraian berikut[2]:

1.      Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa uang ataupun harta benda yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan, berkat bantuan orang yang diberi tersebut.
2.      Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksploitasi barang yang hak menjadi batil dan sebaliknya. Artinya sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
3.      Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.
4.      suap adalah sesuatu yang di berikan kepada seseorang agar orang yang diberi itu memberikan hukuman dengan cara yang batil atau memberi suatu kedudukan atau suapaya berbuat dzalim




Penjelasan Hadis
            Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainnya kepada penegak hukum agar terlepas dari ancaman hukum atau mendapat hukuman ringan.
            Perbuatan seperti itu sangat dilarang dalam islam dan disepakati oleh para ulama sebagai perbuatan haram. Harta yang diterima dari hasil menyuap tersebut tergolong dalam harta yang diperoleh dengan jalan batil.
            Suap menyuap sangat berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat karena akan merusak berbagai tatanan atas sistem yang berada di masyarakat dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang. Akibatnya, terjadi kekacauan dan ketidak adilan. Dengan suap, banyak para pelanggar yang seharusnya diberi hukuman berat justru mendapat hukuman ringan, bahkan lolos dari jeratan hukum. Sebaliknya banyak pelanggar hukum kecil, yang dilakukan oleh orang kecil mendapat hukuman yang sangat berat karena tidak memiliki uang untuk menyuap para hakim.
            Bagaimana pun juga, seorang hakim yang telah mendapatkan uang suap tidak mungkin dapat berbuat adil. Ia akan membolak-balikkan hukum. Apalagi kalau perundang-undangan yang digunakannya merupakan hasil buatan manusia, mudah sekali baginya untuk mengutak atiknya sesuai dengan kehendaknya. Lama kelamaan masyarakat terutama golongan kecil tidak akan percaya lagi kepada para penegak hukum karena selalu menjadi pihak yang dirugikan. Dengan demikian, hukum rimba yang berlaku, yaitu siapa yang kuat dialah yang menang.

Unsur-Unsur Hadis
a.         Penerima suap, yaitu orang yang menrima sesuatu orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’.
b.         Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang maupun jasa untuk mencapai tujuannya[3].



Macam-Macam Suap
a)      Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil. Halal itu jelas, haram itu jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
b)      Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman. Secara naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha berbuat baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus ke dalam kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi jalan hidup orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya. Akhirnya, untuk menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksai harus menyuap. Suap-menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa), menurut Abdullah bin Abd. Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa ditolerir (dibolehkan). Namun ia harus bersabar terlebih dahulu sampai Allah membuka jalan baginya[4].

2.                  Larangan Bagi Pejabat Untuk Menerima Hadiah
حديث أبي حميد الساعدي أن رسول الله صل الله عليه و سلم استعمل عاملا فجاءه العامل حين فرغ من عمله فقال: يا رسول الله، هذا لكم و هذا أهدي لي. فقال له: أفلا قعدت في بيت أبيك و أميك فنظرت أيهدى لك أ م لا ؟ ثم قام رسول الله صل الله عليه و سلم عشية بعد الصلاة فتشهد و أثنى على الله بما هو أهله، ثم قال: أم بعد، فمابال العامل نستعمله فيأتينا فيقول: هذا من عملكم و هذا أهدي لي أفلا قعد في بيت أبيه و أمه فنظر هل يهدى له أ م لا؟ فوالذي نفس محمد بيده لا يغل أحدكم منها شيأ إلا جاء به يوم القيامة يحمله على عنقه إن كان بعيرا جاء به له رغاء و إن كانت بقرة جاء بها خوار وإن كانت شاة جاء بها تيعر فقد بلغت فقال أبو حميد: ثم رفع رسةل الله صلى الله عليه وسلم يده حتى إنا لننظر إلى عفرة إبطيه.
Abu Humasaid r.a. berkata, ‘Rasulullah SAW.‘Rasulullah SAW. mengangkat seorang pegawai unatuk menerima sedekah / zakat’ kemudian setelah selesai ia datang kepada Nabi SAW.  dan berkata “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang kepadaku”. Maka Nabi SAW. bersabda kepadanya “Mengapakah anda tidak duduk saja di rumah ayah atau ibu anda untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak (oleh orang)?”. Kemudian sesudah shalat, Nabi SAW berdiri, setelah tasyahut memuji Allah selayaknya, lalu bersabda, “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata,  hasil untuk kamu dan ini aku beri hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya untuk melihat apakah di beri hadiah atau tidak. Demi Allah! Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tiada orang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya, jika berupa onta bersuara, antau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan. Abu Humaid berkata, ‘kemudian nabi SAW. Menganngkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih ketiaknya.[5]

Penjelasan Hadits
Hadits diatas menjadi dalil tentang haramnya memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan penghianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan dan kekuasaannya[6].
Dalam islam, hadiah dianggap salah satu cara untuk merekatkan persaudaraan dan persahabatan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam malik dalam kitab muwatha dari Al-khurasany:
تصا فحوايذهب الغلّ و اتهادوا تحابوا وتذهب الشحناء (رواه الإمام ملك)
“saling bersalamlah kamu semua, niscaya akan menghilangkan kedengkian, saling memberi hadialah kamu semua, niscaya akan saling mencintai, dan menghilangkan percekcokan.”(H.R. Imam Malik)
            Bagi orang yang diberi hadiah, disunahkan untuk menerimanya meskipun hadiah tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna. Nabi bersabda:
عن أنس قال: قال رسول الله صلى عليه و سلم: لو أهدي إلي كراع لقبلت(روه الترمذى)
“ Dari Anas r.a. bahwa nabi SAW. Bersabda, “kalau saya diberi hadiah keledai, pasti akan saya terima” (H.R.Turmudzi)

Hal ini dinyatakan dalam pula dalam hadis lain dari khalid bin adi:
عن خالد بن عدي أن النبي صلى الله عليه و سلم قال: من جاءه من أخيه معروف من غير إسراف ولا مسألة فليقبله ولا يرده فإنما هو رزق ساقة الله إليه
“ Dari khalid bin adi bahwa Nabi SAW. Bersabda, “ siapa yang mendapatkan dari saudaranya suatu kebaikan (hadiah) tanpa belebih-lebihan dan (tanpa mendatangkan) masalah, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak boleh menolaknya. Hal merupakan rezeki yang diturunkan allah kepadanya.”
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya memberikan hadiah kepada orang lain sangat baik dan di anjurkan untuk lebih meningkatkan rasa saling mencintai. Begitu pula bagi yang diberi hadiah di sunahkan untuk menerimanya.
Akan tetapi, islam pun memberi rambu-rambu tertentu dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan dengan pemberi hadiah maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang diperbolehkan menerima hadiah, misalnya bagi seorang pejabat dan pemegang kekuasaan.  Hal itu ditunjukan untuk kemashlahatan dalam kehidupan manusia.
Oleh karna itu islam melarang seorang pejabat atau petugas negara dalam posisi apapun untuk menerima atau memeperoleh hadiah dari siapapun karena hal itu tidaklah layak dan dapat menimbulkan fitnah.
Dengan demikian, hadiah diberikan kepada pejabat atau yang berwenang , kecil ataupun besar wewenang nya apabila sebelumnya tidak biasa diterimanya , itu dinilai sebagai sogokan terselubung. Selain itu, seorang pejabat yang menerima hadiah berarti dia mendekatkan dirinya pada perbuatan kolusi, nepotisme, di dalam pelaksanaan kewajiban khususnya, misalnya dalam pengaturan tender, penempatan pegawai, dan lain-lain, bukan lagi didasarkan peraturan yang ada, namun di dasarkann pada apa yang diberikan orang kepadanya dan seberapa dekat hubungan nya dengan orang tersebut[7].
     














BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Korupsi merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidanan sebagaimana hukumannnya. Untuk menanggulanginya, harus memahami dan kemudian merealisasikannya dalam perbuatan.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasangtali, ngemong, mengambil hati”
Adapun macam-macam suap adalah :
1. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
2.Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzalima.
Hadis Nabi menerangkan bahwa haram hukumnya bahwa memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya.
Dilihat dari kebutuhan manusia kepada barang tersebut dengan tujuan menaikkan harga terhadap kaum  muslimin.
Penimbun barang yang berdosa adalah orang yang keluar masuk pasar untuk memborong kebutuhan pokok kaum muslimin dengan cara monopoli dan menimbunnya.
Menimbun harta maksudnya membekukannya, menahannya dan menjauhkannya dari peredaran. Padahal, jika harta itu disertakan dalam usaha-usaha produktif seperti dalam perencanaan produksi, maka akan tercipta banyak kesempatan kerja yang baru dan mengurangi pengangguran. Kesempatan-kesempatan baru bagi pekerjaan ini bisa menambah pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga bisa mendorong meningkatnya produksi, baik itu dengan membuat rencana-rencana baru maupun dengan memperluas rencana yang telah ada. Dengan demikian, akan tercipta situasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dalam masyarakat.

B.                 Saran
Kami selaku pemakalah sangat meminta kritik dan sran dari pembaca, apabila ada kesalah dalam penulisan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih banyak.

DAFTAR PUSTAKA


Hadits sunan Darimi
Hadits Turmudzi, bab hukum
http://www. jebidal. Com/web/macam-macam-suap/#ixzz2SWZtlc2d
Rahcmat syafe’i, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum, (Bandung: CV, PUSTAKA SETIA, 2003)
Sohari, dkk ,(Jakarta: Diadit Media, 2006)
Sohari, Hadits Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006)



                [1]Hadits Turmudzi, bab hukum
                [2]Sohari, Hadits Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006), hal. 132
                [3]Sohari, dkk ,(Jakarta: Diadit Media, 2006), h. 131-135
[5]Hadits sunan Darimi
[6]ibid, Sohari, h. 138
            [7]Rahcmat syafe’i, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum,(Bandung: CV, Pustaka Setia,2003),


            h. 159-161









No comments:

Post a Comment

Teks Deskripsi tentang yuki simpang raya

kali ini saya membahas tugas bahasa indonesia tentang teks deskripsi suatu pusat perbelanjaan yang ada di kota medan yaitu yuki simpang raya...