Search This Blog

Thursday, December 6, 2018

makalah hukum perusahaan tentang GCG dan CSR


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) di berbagai perusahaan di Indonesia menunjukkan perkembangan menggembirakan. Timbulnya kesadaran untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (itu tidak terlepas dari tuntutan perekonomian modern yang mengharuskan setiap perusahaan dikelola secara baik dan bertanggung jawab dengan mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing, meliputi pemegang saham, direksi, dewan komisaris serta pihak-pihak lain.
            Aktivitas ekonomi yang dijalankan perusahaan sebagaimana prinsip etika bisnis diharapkan bermanfaat tidak hanya bagi perusahaan itu sendiri, tetapi juga bagi masyarakat. Penerapan etika bisnis tersebut merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab sosial-moral suatu institusi bisnis dan para pelaku dunia usaha terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Menerapkan Penerapan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan (Corporate Social Responsibility CSR) secara benar berarti juga memenuhi prinsip responsibilitas yang diusung GCG. Penerapan CSR secara konsisten merupakan bagian dari upaya memaksimalkan nilai perusahaan. CSR merupakan komitmen perusahaan berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan tetap mengedepankan peningkatan kualitas hidup karyawan beserta keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas.
Jadi, salah satu implementasi GCG di perusahaan adalah penerapan corporate social responsibility (CSR).
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana GCG dan CSR dalam perspektif Hukum Ekonomi Islam?
2.      Bagaimana contoh kasus nya?
C.     Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui gcg dan csr dalam perspektif hukum konomi islam
2.      Untuk mengetahui contoh kasus gcg dan csr
BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFENISI  GCG DAN CSR
            Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengelolaan perusahaan yang dapat mendorong kinerja perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan tanpa mengenyampingkan kepentingan stakeholder dan berdasarkan kaidah-kaidah atau peraturan yang berlaku.
Good Corporate Governance (World Bank) (Tangkilisan, 2003) adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Zarkashi (2008). GCG merupakan struktur yang oleh stakeholder,pemegang saham, komisaris dan manajer untuk menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan perusahaan, serta sara untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja[1].
            Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomisnya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomisnya.
Menurut Kotler dan Nancy (2005) mengemukakan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan[2].
B.     Pengaturan GCG dan CSR dalam peraturan peraturan perundang-undangan di indonesia
Pengaturan Tata Kelola Perusahaan yang Baik GCG dab CSR pada Persero dalam 
UU No. 19 Tahun 2003 dan UU No. 40 Tahun 2007
            Sebagaimana telah dijelaskan, Persero merupakan salah satu jenis BUMN dan karenanya Persero tunduk pada UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 19 Juni 2003. Sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umum UU No. 19 Tahun 2003, Bab VI, Paragraf II, Pembentukan UU No. 19 Tahun 2003 tersebut antara lain dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Lebih lanjut Bab VI, Paragraf III juga menyebutkan bahwa UU No. 19 Tahun 2003 juga dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandasakan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Dengan demikian, dari Penjelasan Umum tersebut nampak bahwa UU No. 19 Tahun 2003 memberikan aturan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengelola Persero secara baik berdasarkan pada prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Mengingat Persero berbentuk perseroan terbatas maka selain tunduk pada UU No. 19 Tahun 2003, Persero juga tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 yang menyebutkan “Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas”. Pada tanggal 16 Agustus 2007, UU No. 1 Tahun 1995 diganti atau disempurnakan dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umum Paragraf II UU No. 40 Tahun 2007, salah satu alasan penyempurnaan UU No. 1 Tahun 1995 tersebut adalah meningkatnya tuntutan masyarakat akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).
Dengan demikian sama dengan UU No. 19 Tahun 2003, UU No. 40 Tahun 2007 juga telah mengakomodir tata cara pengelolaan perusahaan (termasuk Persero) secara
baik.
            Pengaturan GCG baik yang ada dalam UU No. 19 Tahun 2003 maupun UU No. 40 Tahun 2007 tidak hanya mencakup keseimbangan internal yang mengatur hubungan antara organ-organ Persero dalam suatu struktur perusahaan, melainkan juga keseimbangan eksternal yang menekankan perusahaan untuk memperhatikan hubungannya dengan seluruh stakeholders sebagai perwujudan dari pemenuhan tanggung jawab perusahaan. Selain itu sebagai pelaksanaan dari prinsip pertanggungjawaban, UU No. 19 Tahun 2003 dan UU No. 40 Tahun 2007 juga mengamanatkan perusahaan untuk mentaati semua peraturan perundang-undangan.17 Sebagaimana dikemukakan Haryadi Sukamdani, tingkat ketaatan perusahaan pada peraturan perundang-undangan merupakan salah satu indikator selain laba perusahaan untuk mengukur seberapa jauh suatu perusahaan telah menerapkan GCG. Terkait dengan keseimbangan internal, UU No. 19 Tahun 2003 juncto UU No. 40 Tahun 2007 antara lain mengatur mengenai:
1) struktur organ BUMN yang berbentuk Persero beserta tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari masing-masing organ;
2) hubungan antar organ Persero sehingga terciptalah check and balance yang baik dalam pengelolaan, pengurusan, dan pengawasan Persero; dan
3) hubungan antara Persero dengan pemegang saham. Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 juncto UU No. 40 Tahun 2007, struktur Persero terdiri dari RUPS, Direksi, dan Komisaris.
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Persero untuk kepentingan dan tujuan Perseroserta mewakili Persero baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sedangkan Komisaris bertanggung jawab penuh atas pengawasan Persero untuk kepentingan dan tujuan Persero, serta memberikan nasihat kepada Direksi. Dalam melaksanakan tugasnya, baik Direksi dan Komisaris harus mematuhi Anggaran Dasar Persero, peraturan perundang-undangan, dan wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran (prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik). Selain kewajiban, UU juga mengatur larangan bagi Direksi, dan Komisaris untuk mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan Persero. Mereka juga dilarang dan tidak berwenang mewakili Persero apabila terjadi perkara di depan pengadilan antara Persero dengan dirinya atau mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Persero. Larangan lainnya adalah tidak boleh merangkap jabatan yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dan jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Khusus untuk Direksi juga dilarang untuk merangkap jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/ lembaga pemerintah pusat dan daerah. Direksi dan Komisaris, dan bahkan karyawan BUMN dilarang untuk memberikan atau menawarkan atau menerima baik langsung maupun tidak langsung sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan atau seorang pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Organ lainnya yaitu RUPS juga diatur di dalam UU No. 19 Tahun 2003. Di dalam Persero, Menter i19 bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Menteri dapat memberikan kekuasaannya tersebut dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS. Namun pihak yang menerima kuasa harus mendapat persetujuan dari Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai perubahan jumlah modal; perubahan anggaran dasar, rencana penggunaan laba; penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Persero, investasi dan pembiayaan jangka panjang; kerjasama Persero; pembentukan anak perusahaan atau penyertaan;
dan pengalihan aktiva. Selaku RUPS atau pemegang saham mayoritas, Menteri memiliki kewenangan yang cukup besar untuk mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris. Namun demikian pengangkatan dan pemberhentian tersebut tidak dapat dilakukan sesuka hati, melainkan harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam UU No. 19 Tahun 2003 dan UU No. 40 Tahun 2007. Secara umum, untuk dapat diangkat sebagai Direksi dan Komisaris, seseorang harus mampu melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan Persero dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Selain syarat tersebut, pengangkatan seseorang menjadi Direksi, Komisaris, atau Dewan Pengawas juga harus berdasarkan pada pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan BUMN. Khusus untuk pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui uji kelayakan dan kepatutan. Sedangkan untuk pemberhentian Direksi dan Komisaris dapat dilakukan sewaktu-waktu, namun dengan menyebutkan alasannya. Sebagai alat kontrol terhadap Persero, UU No. 19 Tahun 2003 mengatur satuan pengawasan intern, Komite Audit, dan Komite lain. Satuan pengawas intern merupakan aparat pengawas intern perusahaan yang dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Atas permintaan tertulis Komisaris, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas satuan pengawasan intern. Direksi juga wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh satuan pengawasan intern. Sedangkan Komite Audit wajib dibentuk oleh Komisaris untuk membantu mereka dalam melaksanakan tugasnya. Komite Audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada
Komisaris. Selain Komite Audit, Komisaris juga dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri.Untuk menjadikan Persero bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, UU No. 19 Tahun 2003 juga mengatur mengenai pemeriksaan eksternal. Dalam hal ini pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS. Selain auditor eksternal, Badan Pemeriksa Keuangan juga berwenang melakukan pemeriksaan terhadap Persero sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 71 UU No. 19 tahun 2003). UU No. 19 Tahun 2003 juga mengatur bahwa selain organ Persero, pihak lain mana pun dilarang campur tangan dalam pengurusan Persero. Ketentuan ini cukup penting agar Direksi dapat mengelola Persero secara independent, terlepas dari campur tangan pihak mana pun. Hal lain yang diatur dalam keseimbangan internal adalah hubungan antara Persero dengan pemegang saham. Terkait dengan hal ini, Pasal 3 UU No. 40 Tahun 2007 mengatur bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan (Persero) dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Namun demikian ketentuan tersebut tidak berlaku apabila: a) persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; d) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan. Aturan lainnya yang mengatur hubungan Persero dengan pemegang saham adalah Pasal 52 UU No. 40 Tahun 2007 yang memberikan hak kepada pemegang saham untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; dan menjalankan hak lainnya berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007. Aturan lainnya yang penting dan merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham, khususnya pemegang saham minoritas adalah Pasal 61 dan Pasal 62 UU No. 40 Tahun 2007. Pasal 61 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 memberikan hak kepada pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. Sedangkan Pasal 62 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 memberikan hak kepada pemegang saham untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutann tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan berupa: a) perubahan anggaran dasar; b) pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% kekayaan bersih Perseroan; atau c) penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
Sedangkan terkait dengan keseimbangan eksternal, UU No. 19 Tahun 2003 juncto UU No. 40 Tahun 2007 mengatur hubungan eksternal antara Persero dengan stakeholders di luar perusahaan (secondary stakeholders) seperti pengusaha kecil; menengah; dan koperasi; dan juga masyarakat. Hubungan ini penting yaitu selain dapat meminimalisasi atau bahkan mengantisipasi benturan kepentingan antara Persero dengan secondary stakeholders, Persero juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi secondary stakeholders khususnya bagi masyarakat yang ada di sekitar Persero. Sebagai contoh hubungan eksternal tersebut adalah pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan/ Persero (Corporate Social Responsibility/CSR). Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. Dalam UU No. 19 Tahun 2003 diatur bahwa dalam rangka melaksanakan CSR, Persero dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN Pasal 88 ayat (1). Ketentuan ini merupakan upaya untuk mencapai salah satu tujuan BUMN sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003, yaitu turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Selain itu Persero dalam batas kepatutan juga dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 90 UU No. 19 Tahun 2003)[3].

C.    GCG dan CSR dalam perspektif hukum islam

            Islam mempunyai konsep yang jauh lebih lengkap dan lebih komprehensif serta akhlaqul karimah dan ketaqwaan pada Allah SWT yang menjadi tembok kokoh untuk tidak terperosok pada praktek ilegal dan tidak jujur dalam menerima amanah. Tata kelola perusahaan yang baik, yang dalam terminologi modern disebut sebagai Good Corporate Governance berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a yang artinya“Sesungguhnya Allah menyukai apabila seseorang melalukan sesuatu pekerjaan dilakukan dengan baik”.
a)      GCG dalam perspektif Hukum Ekonomi Islam
Muqorobin menyatakan bahwa  Good Corporate Governance dalam Islam harus mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini[4]  
a)      Tauhid
Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajran Islam. Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan seluruh aktifitas Umat Islam, baik dibidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya.[5]Dalam Alquran disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari Ekonomi Islam, sebagaimana firman Allah  dalam surat Az Zumar ayat 38 :
Yang artinya : Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.
Hakikat tauhid juga berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi. Baik menyangkut ibadah maupun Muamalah. Sehingga semua aktivitas ysng dilakukan adalah dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.

Apabila seseorang ingin melakukan bisnis, terlebih dahulu ia harus mengetahui dengan baik hukum agama yang mengatur perdagangan agar ia tidak melakukan aktivitas yang haram dan merugikan masyarakat. Dalam bermuamalah yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan.[6]
2.      Taqwa dan ridha
Prinsip atau azas taqwa dan ridha menjadi prinsip utama tegaknya sebuah institusi Islam dalam bentuk apapun azas taqwa kepada Allah dan ridha-Nya. Tata kelola bisnis dalam Islam juga harus ditegakkan di atas fondasi taqwa kepada Allah dan ridha-Nya dalam QS at-Taubah: 109 Yang artinya :
Maka Apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan Dia ke dalam neraka Jahannam. dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim.
Dalam melakukan suuatu bisnis hendaklah atas dasar suka sama suka atau sukarela. Tidaklah dibenarkan bahwa suatu perbuatan muamalah, misalnya perdagangan, dilakukan dengan pemaksaan ataupun penipuan. Jika hal ini terjadi, dapat membatalkan perbuatan tersebut. Prinsip ridha ini menunjukkan keikhlasan dan iktikad baik dari para pihak
3.      Ekuilibrium (keseimbangan dan keadilan)
Tawazun atau mizan (keseimbangan) dan al-‘adalah (keadilan) adalah dua buah konsep tentang ekuilibrium dalam Islam. Tawazun lebih banyak digunakan dalam menjelaskan fenomena fisik, sekalipun memiliki implikasi sosial, yang kemudian sering menjadi wilayah al-‘adalah atau keadilan sebagai manifestasi Tauhid khusunya dalam konteks sosial kemasyarakatan, termasuk keadilan ekonomi dan bisnis. Allah SWT berfirman dalam QS ar-Rahman ayat 7-9 yang artinya :
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
Dalam konteks keadilan ( sosial ) , para pihak yang melakukan perikatan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi segala kewajibannya.

4.      Kemashlahatan
Secara umum , mashlahat diartikan sebagai kebaikan ( kesejahteraan ) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefenisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kebaikan dan menghindarkan diri dari mudharat, kerusakan dan mufsadah. Imam al Ghazali menyimpulkan bahwa mashlahat adalah upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni[7] :
a)      pemeliharaan agama
b)      pemeliharaan jiwa
c)      pemeliharaan akal
d)     pemeliharaan keturunan,
e)      pemeliharaan harta benda.



b)     CSR dalam perspektif hukum ekonomi islam
            Menurut Islam, CSR yang dilakukan harus bertujuan untuk menciptakan kebajikan yang dilakukan bukan melalui aktivitas-aktivitas yang mengandung unsur riba, melainkan dengan praktik yang diperintahkan Allah berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf. CSR juga harus mengedepankan nilai kedermawanan dan ketulusan hati (Suharto,2010). Perbuatan ini lebih Allah cintai dari ibadah-ibadah mahdhah. Rasulullah SAW bersabda, “Memenuhi keperluan seorang mukmin lebih Allah cintai dari pada melakukan dua puluh kali haji dan pada setiap hajinya menginfakan ratusan ribu dirham dan dinar”.  Dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Jika seorang muslim berjalan memenuhi keperluan sesama muslim, itu lebih baik baginya daripada melakukan tujuh puluh kali thawaf di Baitullah.”
            Selain itu, pelaksanaan CSR dalam Islam juga merupakan salah satu upaya mereduksi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan mendorong produktivitas masyarakat dan menjaga keseimbangan distribusi kekayaan di masyarakat. Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang (Yusanto dan Yunus, 2009:165-169). Allah Berfirman : “....supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu...”  (QS. Al hasyr: 7).
            Praktik CSR dalam Islam menekankan pada etika bisnis islami. Operasional  perusahaan harus terbebas dari berbagai modus praktik korupsi (fight agains corruption) dan memberi jaminan layanan maksimal sepanjang ranah operasionalnya,  termasuk layanan terpercaya bagi setiap produknya (provision and development of safe and reliable products).  Hal ini yang secara tegas tercantum dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman: “.... Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,....” (QS. al-A’raf ayat 85).
            Selain menekankan pada aktivitas sosial di masyarkat, Islam juga memerintahkan praktik CSR pada lingkungan. Lingkungan dan pelestarianya merupakan salah satu inti ajaran Islam. Prinsip-prinsip mendasar yang membentuk filosofi kebajikan lingkungan yang dilakukan secara holistik oleh Nabi Muhamad SAW adalah keyakinan akan adanya saling ketergantungan di antara makhluk ciptaan Allah. Karena Allah SWT menciptakan alam semesta ini secara terukur, baik kuantitatif maupun kualitatif (lihat QS. Al Qamar: 49) dan dalam kondisi yang seimbang (QS. Al hadid:7). Sifat saling ketergantungan antara makhluk hidup adalah sebuah fitrah dari Allah SWT. Dari prinsip ini maka konsekuensinya adalah jika manusia merusak atau mengabaikan salah satu bagian dari ciptaan Allah SWT, maka alam secara keseluruhan akan mengalami penderitaan yang pada akhirnya juga akan merugikan manusia (Sharing,2010). Allah SWT berfirman: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar.” (QS. Ar Rum:41)

            Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa Islam telah mengatur dengan begitu jelas tentang prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam CSR, padahal isu CSR baru dimulai pada abad ke-20. Bahkan dalam berbagai code of conduct yang dibuat oleh beberapa lembaga, Islam telah memberikan penjelasan terlebih dahulu. Misalnya, dalam draft ISO 26000,  Global Reporting Initiatives  (GRI),  UN Global Compact, International Finance Corporation  (IFC), dan lainnya telah menegaskan  berbagai instrumen indikator bagi pelaksanaan komitmen CSR perusahaan  demi pemenuhan target pembangunan berkelanjutan—seperti isu lingkungan  hidup, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, perlindungan konsumen, tata kelola perusahaan, praktik operasional yang adil, dan pengembangan masyarakat.  Dan bila ditilik lebih lanjut, sebenarnya prinsip-prinsip tersebut merupakan representasi berbagai komitmen yang dapat bersinergi dengan pengamalan prinsip kehidupan Islami (Sampurna,2007)[8]









D.    CONTOH KASUS GCG DAN CSR
a)      Kasus Good Corporate Governance di Indonesia

Bank Indonesia (BI) memberikan sanksi kepada empat bank. Keempat bank tersebut adalah PT Bank Mega Tbk, PT Bank Panin Tbk, PT Bank Jabar Banten Tbk dan PT Bank Mestika Dharma. Menurut Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, sanksi berupa pembatasan diberikan lantaran keempat bank tersebut tak menerapkan Good Corporate Governance (GCG).
“Kita lebih melihat permasalahan ini pelemahan dalam konteks produk GCG-nya, Good Corporate Governance-nya,” tutur Halim seusai rapat dengan Komisi XI DPR, Senin (24/6).
Pemberian sanksi berupa pembatasan tersebut diterapkan berbeda antara satu bank dengan bank lainnya. Bahkan, lanjut Halim, dari keempat bank tersebut terdapat bank yang masih dilarang melakukan ekspansi perbankan oleh BI. “Ada yang seperti itu (sanksinya tahunan, red), ada yang sampai sekarang kita masih belum membolehkan dia untuk ekspansi, saya tidak bisa menyampaikan bank perbank,” ujarnya.
Menurut Halim, semua permasalahan yang terjadi di empat bank tersebut sudah disampaikan BI kepada Komisi XI. Meski terjadi persoalan, kondisi keempat bank tersebut masih relatif stabil. “Beberapa masalah yang dilaporkan ke Komisi XI itu relatif sudah ditangani dan sampai saat ini tentu saja sudah tidak ada hal-hal yang mengganggu dari bank tersebut, jadi bank tersebut tetap baik,” katanya.
Menurutnya, permasalahan yang terjadi di empat bank tersebut masuk kategori sebagai risiko operasional. Bahkan dari keempat bank tersebut terdapat permasalahan yang bergulir ke ranah hukum. Sayangnya, Halim enggan mengungkapkan persoalan apa saja yang terjadi di empat bank tersebut.
Ia berjanji bahwa seluruh persoalan yang terjadi akan ditindaklanjuti oleh BI. Menurut Halim, selaku regulator, BI berkepentingan untuk menindaklanjuti walaupun harus melakukan fit and proper (menguji) pejabat bank mengenai kasus yang terjadi. Bukan hanya itu, BI juga bisa membatasi ekspansi bank serta melakukan pergantian pengurus hingga memperbaikia Standar Operasional Prosedur (SOP) di bank tersebut.
Meski terdapat persoalan, lanjut Halim, kinerja keempat bank tersebut masih tergolong bagus. Hal ini pula yang disampaikan BI kepada Komisi XI di dalam rapat yang digelar tertutup. “Tidak ada masalah likuiditas, tidak ada masalah dengan NPL-nya, tidak ada masalah dengan permodalan dan dengan stabilitas bank itu sendiri,” tambahnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis berharap, fungsi mediasi dan pengawasan BI dapat terus dilakukan terkait dengan persoalan yang terjadi di empat bank tersebut. Menurutnya, dari laporan BI tak satu pun bank yang masuk ke dalah tahap pengawasan intensif oleh bank sentral itu.
“Kita minta BI melakukan mediasi lebih intensif, proaktif dan tegakkan governancy. kasus-kasus ini belum selesai. Tapi poinnya tidak ada bank dalam pengawasan intensif,” ujar politisi Partai Golkar ini.
Dari laporan BI, lanjut Harry, persoalan di Bank Mega terkait dengan hilangnya sejumlah deposito milik Elnusa dan Pemerintah Kabupaten Batubara. Total dana yang hilang Rp191 miliar, dengan rincian dana Elnusa Rp111 miliar dan Pemkab Batubara Rp80 miliar. Untuk persoalan yang dialami Elnusa sudah bergulir ke ranah hukum, dan kini dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung.
Untuk persoalan di BJB terdapat tiga kasus. Pertama mengenai dana Koperasi Bina Usaha sebesar Rp38 miliar yang dinilai BI terjadi lantaran tak diterapkannya GCG. Persoalan ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung. Kasus kedua terkait dengan pembangunan Tower BJB di wilayah Jakarta sebesar Rp540 miliar. Untuk kasus ini diklaim sudah ditangani oleh KPK. Sedangkan kasus ketiga terkait dengan kredit di Surabaya. Kasus ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Terkait Bank Panisi, lanjut Harry, terdapat dua kasus. Pertama mengenai take over ANZ yang sudah berjanji menjadi pemegang saham pengendali tapi sampai sekarang belum ada hasilnya. Hingga kini ANZ memiliki saham sudah lebih dari 25 persen, tapi ANZ berubah pikiran akan mendivestasikannya.
Kasus kedua, mengenai pegawai Bank Panin yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Terkait hal ini, BI telah meminta Bank Panin untuk menyelesaikan secara internal.
Sedangkan kasus yang terjadi di Bank Mestika Dharma mengenai agunan seorang nasabah yang bernama Krisyanto sebesar Rp1,2 miliar. Hingga kini, kasus tersebut masih diawasi BI. Di luar empat bank, BI juga menuturkan sejumlah kasus-kasus lain yang terjadi di beberapa bank. Menurut Harry, terdapat dua bank yang dilaporkan BI kepada Komisi XI.
Pertama, Bank Danamon cabang Depok bahwa terdapat nasabah yang awalnya memiliki uang Rp43 miliar, tapi belakangan diketahui dananya tinggal Rp6000. Nasabah tersebut merasa dirugikan lantaran tak pernah mengambil uang, tapi kenyataannya tabungannya telah berkurang. Sedangkan kasus lainnya terjadi di Bank Permata. Di bank ini terdapat pegawai yang diturunkan jabatannya lantaran produktifitas kinerjanya menurun karena menjadi calon legislatif.[9]
b)     Contoh kasus CSR
Jakarta, 10 Juni 2008 (ANTARA) – Menyusul kesuksesan Jakarta Green & Clean (JGC), PT. Unilever Indonesia, Tbk melalui merek camilan andalannya, Taro, meluncurkan program Corporate Social Responsibility (CSR) baru bertajuk Markas Petualangan Taro (MPT). Program kepedulian pada anak-anak ini mulai dijalankan oleh masyarakat pada April 2008 lalu. Unilever yang berkiprah di Indonesia sejak 1933 ini menciptakan MPT dengan tujuan untuk membentuk karakter anak yang mandiri, peduli dan kreatif melalui aktivitas petualangan dengan memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggal.
“Kampanye Markas Petualangan Taro kami yakini akan memberikan manfaat bagi masa depan anak-anak kita, karena masa depan bangsa ini terletak di tangan mereka,” tutur Adeline Ausy Setiawan selaku Marketing Manager Modern Snacks & Beverages PT. Unilever Indonesia, Tbk. “Kami menyadari, untuk mewujudkan misi sosial ini kami tidak dapat melakukannya sendiri, maka kami menggandeng JGC yang telah sukses dengan program pemberdayaan masyarakat untuk lebih peduli mencintai lingkungan. Dan untuk mengimplementasikannya kami bermitra dengan Masyarakat, PKK, psikolog dari Propotenzia dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk saling bahu-membahu demi mewujudkan karakter anak yang unggul,” jelas Ausy.
Ausy menambahkan, “Pada tahap awal MPT berlangsung di 25 RW (Rukun Warga) yang tersebar di DKI Jakarta, dengan masing-masing wilayah Kotamadya dipilih lima titik. Ke-25 titik ini merupakan proyek awal.
Psikolog anak Lina E. Muksin, M.Psi berpendapat, “Setiap anak memiliki jiwa petualang, anak usia Sekolah Dasar mulai mengenal lingkungan di luar rumah sebagai aktifitas petualanganya. Sayangnya di kota-kota besar pada umumnya kurang ramah terhadap anak, di mana amat minim lahan bermain. Tak heran banyak anak bermain di ruang terbuka yang bukan difungsikan sebagai lahan bermain yaitu jalanan. Jika kondisi ini tidak diakomodir dengan baik akan menjerumuskan anak untuk menyerap secara langsung yang ada di lingkungannya.”
General Manager Yayasan Unilever Peduli, Sinta Kaniawati, memaparkan bahwa MPT merupakan anak program JGC – MPT terlahir dari program JGC yang secara holistik mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya, tetapi juga mengajak masyarakat untuk peduli tehadap perkembangan anak di lingkungannya. Berdasarkan pengamatan tim JGC, pihaknya melihat area JGC masih kekurangan sarana untuk bermain anak, padahal lingkungan tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan lahan yang tersedia sebagai sarana anak untuk berpetualang. Oleh karena itu pihaknya menggandeng Taro untuk menggarap program sosial kemasyarakatan yang dapat mengeliminir masalah kurangnya lahan bermain buat anak-anak.”
Program MPT dikemas dengan misi agar semua anak tetap bisa tumbuh sesuai dengan kebutuhan usianya sehingga mereka berkembang dengan masa kanak-kanak yang lebih menyenangkan dan bermakna. Menurut Brand Manager Taro Amalia Sarah Santi, “MPT mengajak masyarakat luas untuk berperan serta menjadi sahabat bermain dan pelindung, di mana mereka bisa mendapatkan dukungan dan membangun harapan bersama.”
Berdasarkan riset yang dilakukan di area MPT oleh Propotenzia hubungan antara orang tua dan anak kurang berjalan maksimal, ini dikarenakan 83% orang tua cenderung mengalami stres. Oleh karena itu peran orang kurang efektif dalam mengasuh anak. Sehingga anak cenderung kurang optimal dalam perkembangan psikososialnya yaitu penggambaran citra diri yang negatif, kurang dapat mengendalikan emosi, kurang harmonis dengan orang tua, tidak dapat bersosialisasi.
Sarah melanjutkan, “MPT juga ditujukan untuk lebih mempererat hubungan antara anak dan ibunya melalui aktifitas petualangan yang digelar secara berkala di lingkungan masing-masing. Melalui program MPT, anak dapat kembali bebas bermain, termasuk mengenal lingkungannya di tengah kurangnya lahan bermain. Sebagai contoh lapangan badminton yang biasanya dipakai orang dewasa setiap Sabtu atau Minggu dapat digunakan menjadi ajang bermain anak-anak peserta program MPT. Melalui aktivitas petualangan yang dilakukan secara rutin selama 2 jam per minggu, anak-anak mendapat kesempatan untuk melatih dan mengembangkan kompetensi, berinteraksi dengan teman sebaya, terlibat dalam kerjasama tim, kreatif memecahkan masalah, menumbuhkan kepedulian dan mengembangkan inisiatif, mengontrol emosi serta mengevaluasi diri. Program ini juga sebagai sarana memberdayakan para Ibu untuk turut serta mendidik anak, serta mampu membuat anak memiliki haknya kembali untuk bermain.”
Beberapa contoh permainan dalam MPT adalah “Peta RT-ku”, “Ranjau Darat”, “Sekolah Batu”, “Para Semut Petualang”, “Sahabat Taro Peduli” dan “Keluargaku Teman Petualanganku”.
“Program Markas Petualangan Taro mengharapkan masyarakat untuk berperan secara aktif dalam menanamkan kepedulian akan pentingnya membentuk karakter anak melalui aktifitas petualangan di lahan sekitar. MPT yang dikembangkan dan dimiliki masyarakat diharapkan akan bermanfaat[10].














BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem tata kelola perusahaan yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholder. Dengan adanya penerapan GCG dalam perusahaan dapat mendorong suatu perusahaan untuk dapat mencapai tujuan perusahaan yang optimal. Jika setiap perusahaan yang ada di Indonesia menerapkan GCG maka kestabilan ekonomi dapat tercipta, karena penerapan GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan hasilnya investasi dan laba perusahaan dapat meningkat.
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomisnya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomisnya.
Pengaturan GCG baik yang ada dalam UU No. 19 Tahun 2003 maupun UU No. 40 Tahun 2007 tidak hanya mencakup keseimbangan internal yang mengatur hubungan antara organ-organ Persero dalam suatu struktur perusahaan, melainkan juga keseimbangan eksternal yang menekankan perusahaan untuk memperhatikan hubungannya dengan seluruh stakeholders sebagai perwujudan dari pemenuhan tanggung jawab perusahaan.
Islam mempunyai konsep yang jauh lebih lengkap dan lebih komprehensif serta akhlaqul karimah dan ketaqwaan pada Allah SWT yang menjadi tembok kokoh untuk tidak terperosok pada praktek ilegal dan tidak jujur dalam menerima amanah. Tata kelola perusahaan yang baik, yang dalam terminologi modern disebut sebagai Good Corporate Governance berkaitan dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a yang artinya“Sesungguhnya Allah menyukai apabila seseorang melalukan sesuatu pekerjaan dilakukan dengan baik”.
B. saran


Daftar pustaka

Daniri, Mas Ahmad. 2005. Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya di Indonesia.            Jakarta Pusat : Ray Indonesia.
Desjardins, Hartman. 2012. Etika Bisnis ; Pengambil Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Erlangga : Jakarta.
http://ikaatikah1987.blogspot.co.id/2010/04/tata-kelola-perusahaan-yang-baik-good_01.html Muqorobin  Masyudi. , Fikih Tata Kelola Organisasi Laba: Sebuah Pengantar(Universitas  Muhammadiyah:Purwekerto)
Amiur Nuruddin, Veithzal Rivai, Islamic Business and economic Ethic ( Jakarta : Bumi Aksara, 2012 ) 
Mardani., Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. (Jakarta: Kencana. 2012)
https://gustani.blogspot.co.id/2012/11/corporate-social-responsibility-csr.html
https://ekanurdianaa.wordpress.com/2015/12/28/kasus-good-corporate-governance/
https://ditasyakieb.wordpress.com/2012/12/02/contoh-csr-pada-perusahaan-unilever/





                [1]  Daniri, Mas Ahmad. 2005. Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya di Indonesia.             Jakarta Pusat : Ray Indonesia.
                [2] Desjardins, Hartman. 2012. Etika Bisnis ; Pengambil Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Erlangga : Jakarta.

                [3] http://ikaatikah1987.blogspot.co.id/2010/04/tata-kelola-perusahaan-yang-baik-good_01.html
                [4] Muqorobin  Masyudi. , Fikih Tata Kelola Organisasi Laba: Sebuah Pengantar(Universitas  Muhammadiyah:Purwekerto)  h 4
[5] Amiur Nuruddin, Veithzal Rivai, Islamic Business and economic Ethic ( Jakarta : Bumi Aksara, 2012 )  H 52

                [6]  Mardani., Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. (Jakarta: Kencana. 2012)
                [7]  Amiur Nuruddin, Veithzal Rivai, Islamic Business and economic Ethic ( Jakarta : Bumi Aksara, 2012 ) Hlm. 58
                [8] https://gustani.blogspot.co.id/2012/11/corporate-social-responsibility-csr.html
                [9] https://ekanurdianaa.wordpress.com/2015/12/28/kasus-good-corporate-governance/
                [10] https://ditasyakieb.wordpress.com/2012/12/02/contoh-csr-pada-perusahaan-unilever/



Teks Deskripsi tentang yuki simpang raya

kali ini saya membahas tugas bahasa indonesia tentang teks deskripsi suatu pusat perbelanjaan yang ada di kota medan yaitu yuki simpang raya...